Kisah Romantisme Malam pada Bumi


Malam telah kembali sejak tadi, bersama perginya senja.

Semua diam, tidak ada kata yang terucap, hanya suara-suara manusia yang tak terdengar jelas, oleh bisingnya suara kendaraan.

Langkah pejalan kaki, sedikit mengusik, sandal mereka memberi bising yang tak kalah menganggu.

Ah.. lupa ada juga suara lain yang tak kalah menarik, suara si abang parkir, teriakannya melenting memecah bising kendaraan.

Tetapi, sampai kapanpun itu, tetap tak merubah niat sang malam datang, dan senja pergi dengan tertib.

Sungguh malam telah menyelimuti bumi dengan gagah,nampak anggun, tenang dan santun, tak ada senyum, tak ada amarah, hanya diam yang menemaninya di langit

Malam memiliki harapan yang kuat, tidak salah ia diberi waktu menyelimuti bumi, Begitu juga dengan saudara inang nya pagi, siang dan senja.

Itulah kuasanya, Tuhan tidak ingin malam merasa malu bila, tak menyelimuti senja sekali saja.

Sudah sejak bumi diciptakan, malam sudah setia dengan bumi. Mereka sudah menjadi bagian yang tak mau berpisah, dalam untung dan malang, dalam suka dan duka.

Malam dan bumi, sudah seperti sepasang kekasih, tetap setia satu sama lain.
Ibarat merpati bukan lagi dua melainkan satu.

Bagaimana dengan manusia?

Manusia berbeda dengan kisah malam dan bumi, itu pasti, walaupun ada juga, tapi dapat terhitung jumlahnya.

Manusia memiliki nurani dan akal untuk bertindak, tidak dengan malam dan bumi.

Malam dan bumi sudah memiliki tugas mulia, menjadi alas kaki manusia dan menjadi pemberi waktu istirahat buat manusia.

Tetapi, ada pelajaran berharga yang mereka tampilkan, ada rasa saling memiliki yang mereka sampaikan, dan itu sulit untuk diutarakan.

Sepintas biasa saja, tetapi belajarlah seperti malam dan bumi, yang saling melengkapi dalam meberi kedamaian pada manusia, yang selalu melupakan peranan mereka.

Andaikata tidak ada kebencian seperti malam dan bumi, percaya manusia selalu dalam kedamaian.

Tentu, tidak ada caci maki, kebencian dan prasangka-prasangka buruk. Karena,manusia diberi nurani dan akal untuk berlaku sikap, tidak dengan malam dan bumi.


Berharap, manusia bisa seperti malam dan bumi, walau tak seromantis kisah malam dan bumi, namun kehidupan berbela rasa mesti belajar dari kisah malam dan bumi. 

(@pujangga pinggiran)

Comments

Post a Comment