Pernyataan Basuki Tjahya Purnama (Ahok) soal Surat Al Maidah 51, telah melahirkan pro-kontra diantara masyarakat, ada yang menghendaki Ahok dihukum, ada pula yang menganggap pernyataan Ahok itu biasa saja dan tidak perlu diperbesar.
Sekretaris Jenderal
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg
Demikian pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh MUI, pembaca setia radamuhu, harap menunggu kelanjutan kasus Surat Al Madah 51 yang melibatkan Ahok.
Kebenarannya pun hanya Tuhan yang tahu, sebagai manusia biasa mari berdoa agar tidak ada lagi saling sikut menyikut pada hal-hal yang berbau SARA, yang berujung pada perpecahan.
Publik yang marah atas pernyataan Ahok tersebut, datang dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang segera melaporkan Ahok ke Kepolisian karena Ahok dianggap melakukan pelecehan terhadap agama.
Dan para relawan Advokat Ahok-Djarot membalas melaporkan Buni Yani, karena dianggap sebagai orang yang pertama kali menyebarkan video editan pernyataan Ahok.
Buni Yani pun melalui akun Facebook nya telah meminta bantuan dari semua pihak agar membantunya menghadapi laporan yang dilayangkan oleh relawan Advokat Ahok-Djarot.
Melalui bantuan Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) DKI Jakarta, Buni Yani melapor balik pihak relawan Advokat Ahok-Djarot, karena Buni Yani merasa relawan Advokat Ahok-Djarot, telah mencemarkan nama baiknya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta juga melayang surat peringatan keras terhadap Ahok pada tanggal 09 Oktober 2016.
Setelah peringatan keras dari MUI DKI Jakarta, dan bertambah panasnya kasus Surat Al Maidah 51, akhirnya Ahok meminta maaf atas perkataannya pada Senin, 10 Oktober 2016.
Walaupun Ahok sudah menyampaikan permohonan maafnya, tetap saja masih banyak masyarakat yang belum bisa terima permintaan maaf tersebut. Ada yang menerima, tetapi
meminta agar proses hukum tetap berjalan, termasuk Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan surat mengenai sikap dan pendapat keagamaan, tertanggal 11 Oktober 2016, yang berbunyi demikian:
meminta agar proses hukum tetap berjalan, termasuk Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan surat mengenai sikap dan pendapat keagamaan, tertanggal 11 Oktober 2016, yang berbunyi demikian:
Bismillahirrahmanirrahim
Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, "… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya.." yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
DR. KH. MA'RUF AMIN
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
DR. KH. MA'RUF AMIN
Sekretaris Jenderal
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg
Demikian pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh MUI, pembaca setia radamuhu, harap menunggu kelanjutan kasus Surat Al Madah 51 yang melibatkan Ahok.
Kebenarannya pun hanya Tuhan yang tahu, sebagai manusia biasa mari berdoa agar tidak ada lagi saling sikut menyikut pada hal-hal yang berbau SARA, yang berujung pada perpecahan.
(admn 01)
Comments
Post a Comment