Pro-Kontra Hukuman Kebiri, Perpu No 1 Tahun 2016 Tetap Disahkan DPR RI


Akhirnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang terkait pemeberatan hukuman berupa hukuman kebiri bagi pelaku tndak kejahatan seksual, yang telah disahkan oleh DPR RI,  pada hari Rabu 12 Oktober 2016.

Awalnya Perpu No 01 ini mengalami penundaan pembahasan, karena banyak pro-kontra yang menyebabkan Perpu No 1, ditunda pembahasan dan pengesahan oleh DPR RI. Penundaannya cukup berlangsung lama sejak bulan Agustus 2016.

Kontraversi Perpu No 1 tidaklain dikarenakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku tindak kejahatan seksual, dengan alasan Dokter telah melanggar Kode Etik Kedokteran yang mana tugas seorang Dokter memberi kesembuhan bagi pasiennya, bukan memberi atau menambah penyakit, seperti menyuntik bahan kimia bagi seorang pelaku kejahatan seksual.

Selain IDI yang menolak hukuman kebiri, ada beberapa fraksi juga yang belum menyetujui terkait Perpu No 1 Tahun 2016, yakni Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dengan catatan perlu dilakukan analisis lebih mendalam terkait metode implementasi Perpu No 1, agar tidak mendatangkan kontraversi di masyarakat.

Saat pembahasan di Paripurna DPR RI Rabu, 12 Agustus 2016, Fraksi Gerindra juga masih tetap menyampaikan alasan bahwa Fraksi Gerindra belum meneytujui Pengesahan Perpu No 1, tetapi mendukung pemberian hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual. Alasan belum menyetujui karena, penjelasan dari pihak pemerintah masih kurang jelas terkait implementasi hukuman tambahan tersebut.

Fraksi Gerindra juga meminta agar seluruh fraksi yang mendukung untuk menghargai keputusan fraksi gerindra agar dilakukan analisis lebih mendalam, dan juga belum menyetujui karena masukan dari LSM yang menolak pengesahan Perpu No 1.

Pengesahan Perpu No 1 Tahun 2016, tetap disahkan oleh Rapat Paripurna DPR RI, karena Perpu No 1 Tahun 2016 sangat penting dalam menindak perilaku kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Apalagi diketahui saat ini tindak kejahatan seksual terhadap anak sangat tinggi dan menyebabkan beban mental yang dialami seorang anak hingga menghilangkan nyawa mereka, akibat nafsu buas para pelaku pemerkosaan.

Dalam Perpu No 1 Tahun 2016 menekankan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, yang tertuang pada pasal:
1.     Pasal 81A ayat (3) yaitu Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
2.     Pasal 82 ayat (5) Pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
3.     Pasal 82 ayat (6) Pelaku dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
4.     Pasal 82 ayat (8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Selanjutnya, Ada dua macam teknik kebiri, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi. Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa, sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron. Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya.

Sementara itu, kebiri kimiawi dilakukan dengan cara memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang supaya produksi hormon testosteron di tubuh mereka berkurang. Hasil akhirnya sama dengan kebiri fisik.
Kehadiran Perpu No 1 Tahun 2016 tentu memberi dampak positif, yakni Menimalisir tindak kejahatan seksual, Memberi efek jera bagi pelaku kejahatan seksual dan Mencegah niat bagi setiap orang untuk melakukan kejahatan seksual.

Untuk itu penting menyebarluaskan kehadiran Perpu No 1 Tahun 2016. Agar masyarakat mengetahui bahwa saat ini Perpu No 1 Tahun 2016 telah sah untuk diterapkan, jangan sampai persoalan Pilgub DKI Jakarta membuat masyarakat tidak mendapatkan informasi terkait Perpu tersebut.

(admn 01)

Comments