Malam ini saya tidak bisa tidur lelap, ada ketakutan yang terus menggrogoti pikiran saya, dan melabrak pikiran saya, sesegera saya bangkit dari malam yang gelap itu, guna menulis celoteh saya.
Mungkin anda merasa itu tidak perlu saya jelaskan, tapi, sebagai warga negara yang nenek moyangnya telah menjadi nusantara sejak dahulu, semacam tak diberi penghargaan oleh sekelompok manusia-manusia yang mengatasnamakan Tuhan, menggalangkan kekuatan superpower untuk maksud yang saya takut mempertanyakan keberadaan saya sebagai anak bangsa.
Gerakan ini pasti menggangu kedaulatan hak yang sudah saya dan anda terima selama ini. Bayangkan 71 tahun saya dan anda menjadi Indonesia, tetapi baru kali ini saya merasa ketakutan, ketakutan yang saya rasakan bukan karena ancaman atau tekanan yang mereka berikan, tetapi lebih daripada itu soal ke-Indonesia-an saya yang dicabik-cabik, dan yang paling penting dari itu semua adalah harga diri saya sebagai bangsa Indonesia.
Seharusnya mereka harus sadar bangsa ini sudah merdeka dengan air mata dan darah yang dikorbankan oleh pahlawan bangsa. Dan karena tuntutan politik, dalam waktu sehari mereka ingin mencabik-cabik kedaulatan saya sebagai warga nusantara. Ini tidak adil, tidak manusiawi, dan sungguh diskriminatif.
"Lihat dan rasakan perih yang saya rasakan, bisakah mereka rasakan posisi yang saya rasakan sekarang (merenung), bagaimana jika mereka diposisi saya, apa yang akan mereka perbuat (masih diam, sambil merenung), sudahkah mereka bertanya pada sejarah, pada leluhur dan pada nurani mereka, apakah saya pantas diperlakukan demikian?"
Tidak elok bila saya terlampau naif, meratapi nasib sabagai orang yang dicap minoritas, karena sampai saat ini saya tidak merasa ada yang minoritas dan mayoritas karena saya meyakini saya, anda dan mereka adalah Indonesia, tetapi, realitas terlampau vulgar menggambarkan perilaku mereka, sehingga jiwa saya yang semula bebas, merasa terpenjara oleh naifnya sikap mereka terhadap jiwa saya yang bebas.
Inikah potret negeri yang dibilang sampel nasionalisme dunia internasional? mengapa puja-puji itu hanya mimpi yang semu, ataukah hanya pembohongan yang kejam kepada bangsa-bangsa di dunia internasional? Soalnya tabiat mereka yang berbau busuk, baru tercium saat ini.
Tidak adil, ya, sungguh merendahkan martabat bangsa ini, yang dikenal nasionalis, sungguh memundurkan api kebangkitan yang sedang berjalan menuju masa keemasan.
Mata saya sudah berat, air mata saya tidak mau menetes lagi, celoteh saya makin panas, untuk menenangkan jiwa saya yang memberontak, saya akhiri celoteh saya, maklum saya sedih. Jika anda merasa baik-baik saja, maka saya pastikan anda sedang tersenyum.
(admn02)
Comments
Post a Comment