Saya barusan baca berita dari salah satu media, yang membuat perut saya geli setengah hidup. pernyataan dari seorang politisi PAN Yandri Susanto, yang mempermasalahkan jabat tangan Basuki Tjahya Purnama terhadap King Salman, pada hari Rabu, 1 Maret 2017, dengan alibi bahwa tidak pantas seorang terdakwa, apalagi penista agama menyalami King Salman, menurutnya tidak etis, benarkah?
Maksudnya politisi ini adalah seorang terdakwa tidak berhak berjabat tangan dengan seseorang yang disebut suci, karena alasan etika. Ini diluar perkiraan, diluar akal sehat dan diluar alam bawa sadar saya. Masa iya, seorang terdakwa tidak boleh berjabat tangan. Saya mencoba mengingat-mengingat, apakah seorang yang dicap sebagai terdakwa tidak boleh berjabat tangan dengan seseorang yang bukan terdakwa, dilarang apa tidak, ternyata tidak ada pelarangan itu.
Politisi ini juga tidak mempermasalahkan sambutan Basuki selaku Gubernur DKI Jakarta karena secara protokoler demikian adanya, hanya saja politisi tadi kurang terima bila Basuki jabat tangan dengan King Salman.
Jika pelarangannya demikian, artinya setiap orang yang terbukti bersalah atau berdosa tidak boleh berjabat tangan dengan seorang pemimpin agama yang dibilang suci dan bersih? Padahal, pemimpin agama meyakini juga bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, jadi sangat tidak logis alasan etika menjadi dasar pertimbangan sang politisi tadi.
Saya hanya mau mengatakan satu hal, penting dan tidak penting tergantung anda semua, bahwa setiap orang tidak luput dari kesalahan, jadi, jangan menjadi naif dan berpikir sempit mengenai apapun, hanya karena alasan sakit hati dan iri hati.
King Salman saja tidak menolak untuk berjabat tangan, atau menyinggung soal etis dan tidak etis, kok politisi ini yang berang. Saya tidak sedang memojokkan sang politisi tadi, itu haknya memberikan pendapat. Tetapi, ini kembali kepada anda semua melihatnya dengan kecamata anda, karena saya hanya berceloteh bukan sedang serius.
(admn02)
Maksudnya politisi ini adalah seorang terdakwa tidak berhak berjabat tangan dengan seseorang yang disebut suci, karena alasan etika. Ini diluar perkiraan, diluar akal sehat dan diluar alam bawa sadar saya. Masa iya, seorang terdakwa tidak boleh berjabat tangan. Saya mencoba mengingat-mengingat, apakah seorang yang dicap sebagai terdakwa tidak boleh berjabat tangan dengan seseorang yang bukan terdakwa, dilarang apa tidak, ternyata tidak ada pelarangan itu.
Politisi ini juga tidak mempermasalahkan sambutan Basuki selaku Gubernur DKI Jakarta karena secara protokoler demikian adanya, hanya saja politisi tadi kurang terima bila Basuki jabat tangan dengan King Salman.
Jika pelarangannya demikian, artinya setiap orang yang terbukti bersalah atau berdosa tidak boleh berjabat tangan dengan seorang pemimpin agama yang dibilang suci dan bersih? Padahal, pemimpin agama meyakini juga bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, jadi sangat tidak logis alasan etika menjadi dasar pertimbangan sang politisi tadi.
Saya hanya mau mengatakan satu hal, penting dan tidak penting tergantung anda semua, bahwa setiap orang tidak luput dari kesalahan, jadi, jangan menjadi naif dan berpikir sempit mengenai apapun, hanya karena alasan sakit hati dan iri hati.
King Salman saja tidak menolak untuk berjabat tangan, atau menyinggung soal etis dan tidak etis, kok politisi ini yang berang. Saya tidak sedang memojokkan sang politisi tadi, itu haknya memberikan pendapat. Tetapi, ini kembali kepada anda semua melihatnya dengan kecamata anda, karena saya hanya berceloteh bukan sedang serius.
(admn02)
Etis seperti apa yang bpk mau, jangan menambah dosa lagi pak.
ReplyDelete