Gambaran wajah mereka yang merana, memberi ujian tersendiri, bagaimana saya mengembalikan senyum mereka, apa yang bisa saya lakukan? pertanyaan demi pertanyaan muncul di otak saya yang lagi jenuh, akibat kurang makan cabe, karena harga cabe lagi tinggi, setinggi langit biru di angkasa, sampai lupa turun ke bumi, saking serakah dan rakus para pemburu renteh.
Banyak analis yang bingung memberi argumentasi ilmiah, habis kalau sudah bicara isi perut, teori para ahli dilahap habis oleh alibi penguasa yang bersembunyi di balik wajah para pedagang.
Alibi penguasa bahwa stok cabe habis, sehingga memaksa mereka harus impor, telah menampar harga diri saya, menampar martabat saya, dan menampar kebodohan saya, saya tidak kuat menahan air mata, sambil minta ampun pada leluhur, akan nasib negeri ini yang tengah dilabrak ombak pembangkang terhadap tugas nya memberi kesejahteraan.
"Oh salah saya apa pak, cabe saja mahal, jangan ikut naikan harga toilet pak, maklum 2000 saja sudah keterlaluan sebenarnya, tetapi lebih keterlaluan kalau seperti harga cabe 80.000 -100.000, ini mematahkan semangat kerja saya pak, bisa bangkrut saya pak. Kalau saya sudah malas kerja, nanti saya dicap malas kerja, enak saja pak, salah siapa coba, sehingga saya tidak ada kerja?"
(admn02)
Comments
Post a Comment