Kampanye Ala Pilkada DKI Jakarta Seram dan Menakutkan, Benarkah?


Saya belum bisa simpulkan secara gamblang, apalagi informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber di media sosial, sekiranya saya tidak mau menelan informasi tersebut secara mentah-mentah, takut keselek ditenggorokan, dan saya dicap pembuat gaduh. Tetapi, informasi ini saya sudah cek di lapangan, memang Pilkada DKI Jakarta terkesan seram dan menakutkan, karena banyak dari pendukung salah satu kandidat takut  menggunakan atribut calonkandidat tersebut, takut di gampar, kan bisa bonyok badan nya, gara-gara pilkada semata.

Saya turut prihatin, turut sedih, tetapi apa daya, saya hanya seorang kuli tinta amatiran, yang bernafas saja susah, apalagi bersuara, makanya walaupun mulut saya dibungkam, ide saya harus hidup dan memberi pencerahan melalui celoteh yang tidak beraturan ini.

Keprihatinan saya ada alasannya mas bro dan mba bro, bukan asal-asalan prihatin, apalagi ini mengenai mentalitas bangsa yang mendadak ideologis di masa-masa pilkada, melabrak sana sini yang bukan satu paham dengan mereka. Mereka tidak peduli soal kemanusiaan, soal etika, dan adat istiadat ketimuran kita, yang penting main hajar saja. Anehnya, mereka boleh mendukung kandidatnya sekaligus menggunakan atribut kandidat yang didukung mereka, kenapa pendukung kabndidat lain tidak boleh, kan pertarungan politiknya tidak fair, lebih tepat tidak laki!!!.

Lalu, yang menghebohkan banyak spanduk-spanduk berbau SARA, semua warga DKI Jakarta dari yang bayi sampai dengan nenek-nenek di hajar, kalau mereka berbeda dukungan. Jadi, wajar banyak masyarakat yang menilai pilkada DKI Jakarta kali ini seram dan menakutkan.

Dibilang seram karena bentuk penyebaran spanduk yang berbau SARA dan mengancam secara vulgar dan tidak mendidik serta mencerminkan nilai kebangsaan kita. Menakutkan karena, kalau menggunakan atribut kandidat yang kita dukung dan membuat kegiatan di lingkungan mereka atas nama kandidat yang kita dukung, langsung mau di hajar saja.

Tetapi, meskipun seram dan menakutkan, ada juga yang tidak peduli. Rata-rata pemilih rasional kurang menanggapi hal-hal demikian, karena mereka paham ini hanya treatikal politik, guna memenangkan pertarungan, meskipun mereka menggunakan cara yang irasional dan etis.

(admn02)

Comments