Seiringnya waktu, kelompok-kelompok ekstrimis ini, mulai menampakkan batang hidung, mereka melakukan pengkaderan dengan merekrut anggota dalam jumlah banyak, membentuk LSM, Ormas di tinggkat mahasiswa, masyarakat sipil dan terlibat membentuk Partai Politik (parpol). Lalu mengorganisir secara sistematis dan masive untuk mencari pengikut, di setiap masjid, kampus, pusat-pusat penyebaran agama Islam. Tugas mereka membangun basis, mendoktrin dan menjadi kekuatan utama dalam menghadirkan hegemoni politik, setelah negeri ini bergejolak mereka dengan mudah merubah ideologi Pancasila dengan Ideologi syariah, seperti yang terjadi di beberapa daerah otonom tingkat I dan tingkat II saat ini.
Kelompok-kelompok ini terbukti terlibat dalam perhelatan pesta demokrasi di bangsa ini, kemunculan mereka semakin vulgar dan telanjang dalam perhelatan Pilgub DKI Jakarta Periode 2017-2022. Ancaman dan intimidasi dengan gamblang dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Mendoktrin dan menarik simpatik masyarakat, dengan cara menjanjikan surga sebagai jaminan bagi mereka yang mengikuti perintah dan ajaran mereka. "Jaminan surga" bagi masyarakat yang seiman dengan mereka, menjadi senjata utama membangun sikap saling benci diantara warga bangsa, padahal mereka saja belum tentu masuk surga. Iming-iming tersebut, telah menghantar menolak memilih pemimpin yang tidak seiman dengan agama mereka.
Situasi ini sangat memprihatinkan. Demokrasi hasil reformasi Mei 1998, jadi sia-sia dan hilang arah tujuannya, sehingga demokrasi terkesan formalitas dan tidak memiliki roh yang menghadirkan pemimpin yang berkualitas dan tanpa memberi sekat Suku, Agama dan Ras. Ingat demokrasi sejatinya menerima semua warga bangsa dengan memberi kesempatan mengikuti proses demokrasi, guna terlibat membangun bangsa, jika demokrasi diperuntukkan hanya untuk sekelompok tertentu, itu bukan demokrasi, tetapi hukum rimba.
(admn02)
Jgn rusak negeri seindah Indonesia, rugi anda.
ReplyDeletesdh di rusak mba. heee
ReplyDeletesdh di rusak mba. heee
ReplyDelete