Derita Rohingya: Borobudur tidak Salah, itu Konflik Bermuatan Politik-Ekonomi


Saya sudah lama lupa merasakan nikmat jadi diri sendiri, saya lupa bagaimana aroma polusi di Jakarta, satu hal lagi saya lupa untuk seruput kopi dikalah fajar menyingsing dan senja hadir.

Suasana hati saya masih diliputi oleh kengerian yang mendalam, bagai palung laut yang menganga, dimana hati saya terluka dan sangat terluka disaat saya jadi pahlawan bagi negeri yang tetek bengek nya saya dengar sepintas dari informasi fiktif.

Saya menerka-nerka isi pikiran mereka, mereka menyalahkan bangunan yang tak ada sangkut paut dengan konflik yang terjadi, saya heran sekaligus bimbang, apa yang mesti saya sarankan pada cara berfikir yang melampui kesadaran sebagai seorang manusia.

Saya mengecam pembantaian itu, karena sangat brengsek membunuh manusia tak berdosa, terutama balita dan perempuan, namun saya sangat sadar konflik ini bukanlah konflik agama sebagaimana dihembuskan oleh kaki tangan kapitalis.

Agama selalu dijadikan tameng penguasaan kehendak atas hidup manusia lain, padahal motif yang mengemuka adalah politik-ekonomi.

Mari berfikir bijak, dukungan dan simpatik adalah keharusan, namun mesti dilandasi dengan data dan fakta, agar kita tidak terjabak dalam irama politik-ekonomi yang dimainkan oleh kapitalis.

Buang cara berfikir dangkal, mari beri dukungan moril bagi mereka yang jadi korban, jangan membuat suasana panas dengan menelan mentah-mentah isu yang sedang dihembuskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.


(Adam Nusantara)

Comments